KENDAL – Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 M pukul 10.00 atau 17 Ramadhan 1366 Hijriah atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang.
Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata berlangsung tanpa protokol, tidak ada korps musik, tidak ada konduktor dan juga tidak ada pancaragam.
Tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar, yang dipersiapkan hanya beberapa saat menjelang upacara. Tetapi itulah, kenyataan yang yang terjadi pada saat itu. Sebuah peristiwa dan upacara sakral yang dinanti-nantikan oleh seluruh rakyat dan bangsa Indonesia selama lebih dari tiga ratus tahun!
Upacara itu berlangsung sederhana saja. Adalah Latief Hendraningrat, salah seorang anggota PETA, segera memberi aba-aba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi untuk berdiri. Serentak semua berdiri tegak dengan sikap sempurna.
Latief kemudian mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maju beberapa langkah mendekati mikrofon.
Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno mengucapkan pidato pendahuluan singkat sebelum membacakan teks proklamasi.
“Saudara-saudara sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun …………
Pembacaan naskah proklamasi kemudian berlanjut dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih hasil jahitan Fatmawati, yang menandakan Indonesia sudah merdeka.
Tokoh lain yang sangat berjasa dalam peristiwa pembacaan Proklamasi diantaranya adalah tiga orang pemuda pengibar bendera dang saka merah putih pertama yaitu Latif Hendraningrat, S. Suhut dan Tri Murti.
Namun sebelum pembacaan teks proklamasi pada tanggal 17 agustus 1945 oleh Soekarno – Hatta, ada peristiwa-peristiwa penting yang melatar belakangi proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang tidak boleh dilupakan dan harus dicatat di dalam hati dan sanubari bangsa Indonesia sepanjang hayat dikandung badan.
Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II (PD II)
Pada 6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat.
Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Selanjutnya pada 7 Agustus 1945 — BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Pada tanggal 9 Agustus 1945, Soekarno, Hatta dan Radjiman Widyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Marsekal Terauchi mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945.
Sementara itu, pada tanggal 10 Agustus 1945 di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.
Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Tanggal 11 Agustus 1945 — Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan dalam beberapa hari.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang.
Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat (250 km di sebelah timur laut dari Saigon), pada Tanggal 14 Agustus 1945, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan.
Syahrir menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu busuk Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu.
Demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan yang pro dengan Jepang maka Hatta menyampaikan kepada Sjahrir tentang hasil pertemuan dengsn marsekal Terauchi di Dalat.
Sementara itu Syahrir telah menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan.
Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah dan dengan pertimbangan bahwa proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Tepatnya Tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu namun tentara dan angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda.
Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka), akan tetapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, bertemu dengan Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat.
Laksamana Maeda mengatakan bahwa dia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo.
Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta.
16 Agustus 1945, gejolak tekanan dari para pengikut Sutan Syahrir yang menginginkan pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia dari tangan Jepang makin memuncak dan tak terkendali. Pada siang hari mereka berkumpul di rumah Hatta dan sekitar pukul 10 malam di rumah Soekarno.
Ada sekitar 15 orang pemuda yang menuntut Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia melalui radio yang disusul pengambilalihan kekuasaan.
Mereka juga menolak rencana PPKI untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada hari Kamis tanggal 16 Agustus 1945.
“Saya menghadapi pihak pemuda, pemimpin tua dan pemimpin agama,” kata Soekarno ketika berdebat dengan para pemuda yang mendesak kemerdekaan Indonesia segera diumumkan, pada Rabu 15 Agustus 1945 silam.
Peristiwa Rengasdengklok
Dari perdebatan dengan para tokoh pemuda, termasuk Chaerul Saleh yang tergabung dalam gerakan bawah tanah, dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno (beserta Fatmawati dan Guntur), dan Hatta, di Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Dalam penculikan tersebut, bermaksud meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang.
Pertemuan Soekarno-Hatta dengan Jenderal Yamamoto.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta untuk bertemu dengan Jenderal Yamamoto, komandan Jepang di Jawa. Dari pertemuan tersebut, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.
Pembacaan Naskah Proklamasi
Setelah diyakini bahwa situasi memungkinkan untuk membacakan teks proklamasi, maka Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi.
Rapat tersebut di rumah Laksamana Maeda, Soekarno bersama tokoh perjuangan lain menulis naskah proklamasi. Tulisan itu lalu diketik oleh Sayuti Melik.
Tepat pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 M atau 17 Ramadan 1366 H atau 17 Agustus 2605 Tahun Jepang, bertempat di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No.56, Jakarta. Soekarno -Hatta atas nama bangsa Indonesia membacakan naskah proklamasi.
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 45
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
…………………………………………..
Karawang-Bekasi
karya: Chairil Anwar