
KENDAL – Warga yang rumahnya dieksekusi sebagai dampak pembangunan jalan tol Semarang-Batang memenuhi janjinya untuk menginap di Gedung DPRD Kendal. Aksi tersebut diawali dengan longmarch dari GOR Bahurekso menuju gedung DPRD Kendal. Sesampainya di Gedung DPRD Kendal, mereka menggelar demontrasi dan melakukan orasi di halaman Gedung DPRD Kendal. Selanjutnya mereka mendirikan tenda sebagai bentuk aksi menuntut keadilan, Jumat (27/4/2018).
Warga nekad menggelar aksi tidur di halaman gedung DPRD Kendal dengan mendirikan tenda agar dilakukan pengukuran ulang lahan dan rumah mereka yang terdampak pembangunan jalan tol serta pemerintah menerima dan menindaklanjuti aspirasi warga.

Salah satu korban terdampak proyek jalan tol, Suwarti (46) warga Desa Rejosari RT 02 RW 03, Kecamatan Ngampel mengatakan, ukuran luasan bidang yang dimiliki yakni 56 m2. Namun yang ditulis hanya 8 m2, bahkan saat akan menerima uang ganti rugi hanya tertulis 3,20 m2.“Kami minta keadilan, ukuran yang tidak sesuai agar segera diperbaiki sesuai dengan ukruan yang sebenarnya. Kami tetap akan melakukan tidur di halaman gedung DPRD Kendal ini sampai ada perhatian dari pemerintah,” ujarnya.
Senada dikatakan, Abdul Hadi (61), warga Desa Kertomulyo RT 03 RW 03 Kecamatan Brangsong yang rumahnya telah di eksekusi akibat terkena dampak proyel jalan tol Semarang-Batang. Luasan bidang tanah yang dimiliki seluas 3.734 m2, tapi yang dituliskan hanya 3.387 m2.“Kami memang tidak menolak adanya program pembangunan jalan tol ini. Tapi, mohon kepada pemerintah agar ukuran dilakukan perbaikan data, harga yang diberikan juga sesuai dengan harga saat ini,” pungkasnya.

Tidak Manusiawi
Pendamping korban gusuran jalan tol, Kartiko Nursapto mengatakan, warga sudah tidak memiliki rumah karena pihak Pengadilan Negeri Kendal telah melakukan eksekusi beberapa hari yang lalu. Bahkan hingga saat ini, mereka belum mengambil uang ganti rugi yang telah dititipkan di PN Kendal.
Dikatakan, warga menolak mengambil uang ganti rugi, karena nilai ganti rugi yang diberikan tidak layak dan sangat tidak manusiawi. “Seperti yang terjadi sejak tiga tahun lalu, ini bukan sekadar masalah harga, harga itu kan hasil akhir. Ya tapi terkait ukuran, sosialisasi, pendataan-pendataan itu kan sudah sejak awal juga kami kritisi tapi tidak pernah ada upaya pembenaran,” katanya.
Ditambahkan, penghitungan nilai ganti rugi per meter antara warga satu dengan warga yang lain sangat berbeda. “Sehingga mereka meminta untuk dilakukannya pengukuran dan pengitungan ulang ganti rugi,” terang Kartiko.
Ratusan korban gusuran ini, merupakan gabungan puluhan warga dari delapan desa yang terdampak proyek tol Semarang-Batang. Delapan desa tersebut, adalah Desa Nolokerto, Desa Magelung, Desa Kertomulyo, Desa Penjalin, Desa Tunggulsari, Desa Rejosari, Desa Sumbersari, dan Desa Ngawensari. Rencananya, aksi menginap dan ditidur di halaman gedung DPRD Kendal oleh seratusan massa warga yang terdampak jalan tol Semarang-Batang tersebut akan dilakukan hingga Senin 30 April 2018. (AU/1)