BLORA – Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Blora menggelar laporan akhir riset sejak Selasa hingga Jumat, 26 – 29 November 2019, di Ruang Rapat Gedung Bappeda Kabupaten Blora.
Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Blora Ir Samsul Arief melalui Kasubbid Penelitian dan Pengembangan, Kristian Anjar Herviyanto ST MT menjelaskan pemaparan Laporan Akhir Riset Unggulan Daerah tahun 2019 diinisiasi Bappeda Blora Bidang Penelitian dan Pengembangan, terdapat delapan riset diharapkan mampu memberikan solusi dan inspirasi bagi kemajuan Kabupaten Blora.
“Riset Unggulan Daerah adalah program yang diinisiasi oleh Bappeda Kabupaten Blora, dengan tujuan untuk memfasilitasi temuan – temuan dari hasil penelitian para Akademisi, ASN dan Pakar – pakar di Keilmuannya masing – masing, adalah untuk memajukan Blora,” ucap Kristian Anjar Herviyanto.
Dikatakan, hari pertama disampaikan hasil Riset Unggulan Daerah, yaitu yang berjudul, “Pemanfaatan Cagar Budaya Kecamatan Todanan, Kecamatan Kradenan dan Kecamatan Cepu” disampaikan Mochammad Galih Pratama, SPd, Gr sebagai pengantar, dilanjutkan paparan teknis oleh Lukman Wijayanto, aktivis dari Forum Peduli Sejarah dan Budaya Blora, sekaligus tenaga ahli di Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Blora, sebagai pemapar yang pertama.
Kemudian, Laporan Akhir hasil Riset Unggulan Daerah yang berjudul, “Perubahan Pendapatan (Sosial Ekonomi) Pedagang Pasca Relokasi Pasar Induk Blora Kota Menjadi Pasar Sido Makmur” yang semula akan disampaikan oleh Dr Drs Wahyu Winarjo, MSi, namun karena ada tugas kunjungan kerjanya di Malaysia, akhirnya presentasi disampaikan oleh Roy Kurniadi.
Menurut Lukman Wijayanto, Kabupaten Blora, memiliki potensi Cagar Budaya yang cukup besar dan kaya, berdasarkan benda – benda cagar Budaya temuan yang ada.
“Temuan benda – benda, fosil dan bangunan Cagar Budaya itu sangat besar, bahkan fosil gajah purba yang ditemukan di Medalem, adalah fosil kerangka gajah jaman pra sejarah yang hidup puluhan ribu tahun yang lalu, adalah fosil yang terlengkap di Dunia, hal itu diakui oleh Badan Arkeologi dan Antropologi Sangiran, jadi ini layak dikembangkan, untuk menjadi wisata edukasi seperti di Sangiran, Sragen, yang dulunya hanya Desa kecil, namun karena Pemkabnya sadar akan potensinya , akhirnya dikembangkan dan terkenal di Dunia, Dan mendapatkan bantuan hibah dari Unesco, sampai sekarang sudah ratusan milyar rupiah, untuk merawat situs tersebut, dan di Blora, potensinya lebih besar, kenapa tidak dikembangkan,” ungkap Lukman Wijayanto.
Sementara itu, pemapar berikutnya, Dr. Drs. Wahyu Winarjo, MSi, disampaikan Roy Kurniadi yang meneliti terkait pendapatan para pedagang, pasca relokasi dari Pasar Induk Blora di tengah kota, sekarang bergeser ke Pasar Sido Makmur, sekitar 2 kilometer dari pasar lama, yaitu di kawasan Gabus, Kaliwangan, Kelurahan Mlangsen Blora. Dari hasil penelitian Tim Riset, Ada beberapa temuan yang menarik terkait perilaku pedagang dalam upaya mempertahankan pendapatannya.
“Dari hasil wawancara kami dengan sampling 28 pedagang dari tiga blok yang ada, yaitu pedagang di Blok A, B, C, adalah pedagang kering, yang berjualan sandang, perhiasan, alat, makanan kering dan bumbu – bumbu, daging dan ikan, mengaku omsetnya turun dari saat berjualan di pasar lama, karena sepi pembeli, kalau di presentasi 57% turun pendapatannya, sisanya adalah baik dan tidak menentu,” ungkap Roy Kurniadi.
Lanjutnya, Namun masih dapat dimaklumi, karena merubah perilaku pembeli yang sudah nyaman di pasar lama, tidaklah semudah membalikkan tangan, butuh waktu dan kebijakan yang tepat. Sementara kebijakan yang telah disiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Blora, adalah Berencana memindahkan beberapa Kantor di kawasan Gabus.
“Dan ini juga merupakan solusi yang tepat, di masa yang akan datang, bagi perkembangan ekonomi pedagang pasar Sido Makmur Blora,” pungkas Roy. (KU/01)