Oleh : FADCHUR ROHMAN, SAg. MH.
Demak mendadak bergejolak oleh karena persoalan politik. Berawal dari penolakan revisi Peraturan Daerah Kabupaten Demak Nomor 6 tahun 2015 tentang Perangkat Daerah oleh Bupati dan pembentukan peraturan pelaksana yaitu Peraturan Bupati Demak Nomor 4 Tahun 2017. Peraturan Bupati yang dibuat tidak sesuai dengan Perda sebagai payung hukum diatasnya. DPRD mengusulkan kepada Bupati untuk merevisi Perda agar selaras dengan Peraturan Bupati/ atau merubah diantara keduanya, namun Bupati Demak tidak menyetujui revisi Peraturan Daerah Kabupaten Demak Nomor 6 tahun 2015 tentang Perangkat Daerah yang dirumuskan dalam rapat paripurna ke-8 untuk ditetapkan dalam menjadi Peraturan Daerah. Disisi lain, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Demak secara aklamasi memiliki penilaian bahwa secara konstitusional revisi Peraturan Daerah Kabupaten Demak Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perangkat Daerah menjadi salah satu alternatif penggatian/pencabutan Peraturan Bupati Demak Nomor 4 Tahun 2017 tentang petunjuk pelaksanaan Perda tersebut karena dimungkinkan subtansinya bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Setelah melalui proses yang panjang sampai pada akhirnya DPRD mengajukan Hak Interpelasi Pada Jumat, 30 Maret 2017 akhirnya Bupati menyetujui revisi Perda dan Perbup Perangkat Desa Demak pada paripurna ke 11,. Namun setalah beberapa minggu Bupati Demak menolak menandatangani revisi perda, tindakan Bupati merupakan suatu kekeliruan namun akhirnya atas saran Pimpinan dan Anggota DPRD untuk ditanda tangani akhirnya bupati menandatangani karena sebelum di ajukan ke Gubernur harus ditanda tangani Bupati.
Berita ini menjadi viral dan terus berkembang dan menjadi pembicaraan dalam kurun waktu satu tahun kebelakang. Publik menduga-duga sehingga berkembang menjadi isu yang memecah belah warga Demak, sedangkan isu tersebut tidak pernah melihat fakta hukum hukum yang terjadi.
Ada beberapa problem yang mungkin dianalisis. Pertama, apakah Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati diperbolehkan melangkahi PERDA dan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Kedua, analisis terhadap proses pengangkatan perangkat desa. Ketiga, apakah yang harusnya dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.
Pertama
Peraturan Perundang-undangan tunduk pada asas hierarki yang diartikan suatu Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya yaitu asas hukum Lex superior deroget lex inferior. Kita juga bisa dilihat uu no 12 tahun 2012 sebagai pengganti uu no 10 tahun 2004 tentang pembentukan peundang undangan Sesuai asas hierarki dimaksud yaitu yg paling tinggi ,,kita bisa lihat di pasal 7 yaitu adalah paling tinggi adalah UUD 45 ,Ketetapan MPR,Undang Undang,Peraturan pemerintah pengganti undang –undang,peraturanpemerintah,Peraturan Presiden,Perda propinsi,Perda Kabupaten. Perda harus didasarkan pada aturan yang ada di atasnya, UUD 1945 yang merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan, dan asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Secara yuridis sebagaimana dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Perda hanya dapat dibuat dalam rangka untuk menjalankan tugas otonomi dan pembantuan, serta dalam keadaan tertentu dapat dibuat dalam kerangka menjalankan kewenagan delegasi atas peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Memang, kemudian dibuatkan konteks di luar hal tersebut, yakni dalam kerangka menjalankan materi muatan lokal, tetapi tetap saja harus mengikuti dengan ketentuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Fakta Hukum pada Perda tentang Perangkat Desa
Flash back pada 1 (satu) tahun silam, ketika Bupati Demak sebagai pemrakarsa revisi perda Nomor 6 tahun 2015 tidak mengajukan penjelasan atau keterangan dan/ atau naskah akademik. Penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan rancangan perda dan paling sedikit memuat pokok pikiran dan materi muatan yang akan diatur. Hal tersebut mendasarkan pada Pasal 22 Permendagri Nomor 80 tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yaitu Pemrakarsa dalam mempersiapkan rancangan perda disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik.
Kemudian pada Pasal 24, Ketentuan mengenai penyusunan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 serta penyelarasan naskah akademik rancangan perda provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik serta penyelarasan naskah akademik rancangan Perda Kabupaten/Kota.
Oleh karena Peraturan Bupati tidak sinkron dengan apa yang diatur dalam Peraturan Daerah, maka DPRD memberikan saran untuk direvisi. Apabila Peraturan Bupati dan Perda Perangkat Desa yang tidak sesuai dan bertentangan dengan aturan lebih tinggi tetap dijalankan dan membiarkan proses pengakatan perangkat desa terjadi, maka segala tindakan hukum Kepala Desa dalam pengangkatan perangkat jelas cacat hukum dan berakibat tidak sahnya Perangkat Desa yang yang diangkat. Hal ini lah yang menjadi kekhawatiran DPRD Demak ketika proses itu tetap dilaksanakan sedangkan aturan belum selaras justru hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum. Namun sebagian orang mempolitisir aturan hukum yang ada menjadi dagangan politik dan tidak melihat secara keilmuan bahwa hukum harus ditaati oleh semua elemen termasuk Pemerintah Daerah yaitu Bupati dan jajaranya selaku pemegang kekuasaan eksekutif ataupun DPRD sebagai pemegang kekuasaan legislative sebagai lembaga yang diberikan hak untuk melakukan pengawasan kepada Bupati selaku Kepala Daerah.
Hampir seluruh desa dalam wilayah hukum Kabupaten Demak terdapat banyak sekali kekosongan perangkat dan berdampak sistemik pada pemerintahan desa, Bupati keliru menyatakan efektif dalam hal ini seharusnya Bupati dapat melihat pada aturan Pasal 4 ayat (1) huruf c Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 “Pelaksanaan penjaringan dan penyaringan bakal calon Perangkat Desa dilaksanakan paling lama 2 (dua) bulan setelah jabatan perangkat desa kosong atau diberhentikan;” dengan tidak taatnya Bupati kepada Permendagri berakibat pelayanan publik di tingkat desa menjadi tersendat.
Bahwa fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang secara tegas memiliki wewenang untuk menyetujui Peraturan Daerah atau tidak menyetujui peraturan daerah mengingat DPRD menjadi lembaga yang dianggap oleh peraturan perundang-undangan mampu merepresentasikan harapan dan keinginan rakyat. Apabila dalam praktiknya Bupati tidak menyetujui revisi Perda dan Peraturan Bupati bertentangan terhadap isi peraturan daerah yang telah disetujui oleh DPRD, maka jelas bupati telah melakukan tindakan penyelenggaraan daerah yang inkonstitusional kala itu.
Bahwa wujud Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraanya bukan hanya bisa memposisikan sikap personal akan tetapi mewujudkan kepentingan kolektif harus menjadi landasan dasarnya. Baik antara Bupati dan DPRD harus mampu memposisikan dirinya sebagai corong aspirasi dan prakarsa masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah.Mendasarkan pada pasal 250 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah (Peraturan Bupati) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan/atau kesusilaan.
Kedua
Tentu saja kaitan dengan pertanyaan di atas yakni soal prosesi pengangkatan perangkat desa. Kemudian masyarakat demak menamakan dengan sebutan Pilperdes, kata tersebut tidak tepat karena tidak ada definisi Pilperdes dalam ketentuan umum perundang-undangan baik di Perda ataupun Permendagri, karena kata-kata pun akan mempunyai arti yang berbeda ketika tidak sesuai. Memang sering kali masyarakat ataupun sebagian anggota DPRD sendiri menjadi latah atau kurang memahami ataukah unsur kesengajaan ketika menamakan hal tersebut, sehingga sebagian anggota DPRD membentuk pansus hak angket Pilperdes, menjadi lucu ketika judul pansus saja sudah salah dan terkesan asal-asalan, tidak melihat kepada peraturan-peraturan dan tata tertib DPRD Demak Nomor 1 tahun 2017.
Landasan hukum dari pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa yaitu 1). Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa; lebih spesifiknya melihat Pasal 70 “Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa diatur dalam Peraturan Menteri.” 3)Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa mendapatkan delegasi dari PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. 4) Pada pasal 50 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merumuskan “Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah. Perda mendapatkan kewenangan delegasi oleh undang-undang mendasarkan aturan peraturan pemerintah;
Atas perintah undang-undang Pemerintah Daerah membentuk Peraturan Daerah, kemudian muncullah: Peraturan Daerah Kabupaten Demak Nomor 6 tahun 2015 tentang Perangkat Daerah. Peraturan Bupati Demak Nomor 4 Tahun 2017 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Demak Nomor 6 tahun 2015 tentang Perangkat Daerah.
Surat terbaru dari Bupati tanggal 9 Maret 2018 No.140/0082 yang memerintahkan kepada panitia pengangkatan perangkat Desa dan Kepala Desa membatalkan hasil seleksi yang mengadakan kerjasama dengan Universitas Indonesia. Bupati mendasarkan pada tanggapan surat DPRD tidak sah karena hanya ditanda tangani seorang wakil pimpinan DPRD Demak. keputusan pimpinan DPRD sebagai alat kelengakpan Dewan bersifat kolektif dan kolegial sebagaimana Pasal 38 ayat (2) Pearturan DPRD Demak Nomor 1 Tahun 2017 tetang Tata Tertib DPRD Kabupaten Demak.
Dari uraian tersebut diatas maka Bupati seharusnya memahami kaidah hukum peraturan perundang-undangan tersebut dan tidak melanggarnya. Pengangkatan perangkat desa merupakan lex spesialis, yang datur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta peraturan dibawahnya. Sesuai dengan asas hukum maka apapun bentuk peraturan ataupun Keputusan Bupati dilarang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Apabila hal itu dilanggar maka DPRD berhak mengajukan permohonan uji pendapat ke Mahkamah Agung terkait Dugaan Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan apabila terbukti melanggar peraturan perundang-undangan, maka bupati Bupati dapat dimakzulkan.
Bahwa Mekanisme Pengangkatan Perangkat Desa sesuai Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa. Pelaksanaan penjaringan dan penyaringan bakal calon Perangkat Desa dilaksanakan paling lama 2 (dua) bulan setelah jabatan perangkat desa kosong atau diberhentikan.
Siapakah yang mendapatkan kewengan langsung oleh untuk melaksanakan? desa memiliki otonomi yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Bupati Demak seharusnya tidak melakukan intervensi terhadap kades-kades semisal dalam bentuk surat edaran, surat perintah untuk menghentikan justru akan membingungkan Kepala Desa. Disatu sisi Kepala Desa harus menjalankan perintah Undang-Undang, disisi lain Pemkab terus mendesak untuk melakukan/ tidak melakukan sesuatu. Ini menjadi pertanyaan bagi warga demak sendiri bagaimana kecermatan Bupati dalam melihat peraturan perundang-undangan, bisa jadi Keputusan Bupati bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dan melanggar Hukum Administrasi serta bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Proses seleksi telah terjadi Kepala desa menjalankan perintah undang-undang Desa dengan melantik perangkat yang lolos seleksi. Terlepas dari mekanisme yang dilakukan oleh tim seleksi diduga terjadi kecurangan ataupun dugaan tindak pidana. Apabila benar terjadi dugaan penyuapan ataupun dugaan tindak pidana maka yang dirugikan dipersilahkan untuk melakukan laporan ke kepolisian kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan penyidikan dan memeriksa seluruh bagian yang terlibat mulai dari mekanisme rekrutmen, penilaian dan pelantikan. Apabila ditemukan rekayasa dan manipulasi ataupun perbuatan melanggar hukum maka polisi dapat bertindak. Namun, apabila terjadi pelanggaran administrasif maka dipersilahkan bagi pihak yang dirugikan mengajukan gugatan ke PTUN.
Merupakan pilihan dilematis bagi Kepala Desa ketika para peserta yang lolos seleksi tidak dilantik maka menjadi bumerang bagi dirinya, karena bagi para peserta yang lolos kemudian tidak dilantik sebagaimana perintah Permendagri dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada Kepala Desa ke Pengadilan atas tindakannya tidak menjalankan perintah Undang-undang Desa dan segala aturannya.
Pilihan berikutnya Kades merasa harus tunduk kepada Bupati, dengan surat perintah yang diedarkan padahal kuasa penuh diberikan kewenangan ini adalah Kades.
Ketiga
Hal yang paling menarik ialah apa yang dapat dilakukan atas kejadian yang telah terjadi. Negaralah yang harus hadir dalam bentuk kekuasaan dan bukan hadir dalam bentuk tindakan individu. Karena itu, Bupati menyarankan dalam bentuk pesan individual, tentu tidak akan menyelesaikan masalah.
Negara memiliki kewenangan masing-masing untuk ditaati, Bupati tidak asal-asalan dalam membuat surat ataupun keputusan-keputusan yang meresahkan rakyatnya, harus sadar diri akan kewenangan yang dimilikinya, Sekda juga tidak melakukan pembiaran atau /bertindak melebihi kewenangan Bupati. DPRD juga harus melaksanakan fungsinya dengan baik karena mempunyai kewenagan mengawasi jalannya Pemerintahan Daerah. Pimpinan DPRD juga mempunyai tugas berat untuk memberikan pemahaman hukum anggota DPRD Demak agar paham atas haknya sebagai anggota DPRD dan kewenangan yang dimiliknya. Pimpinan DPRD dalam membuat tindakan hukum harus sesuai dengan tata tertib DPRD yaitu bersifat secara kolektif kolegial, apabila ada Pimpinan Dewan yang melanggar maka perlu diberikan sanksi.
Pansus hak angket beberapa waktu lalu muncul terkait proses pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dari proses dan tata cara serta judul yang diajukan sudah tidak sesuai aturan. Hal ini justru membuat kegaduhan politik dan pelanggaran terhadap aturan yang ada.
Kemudian ketika membentuk pansus seharusnya pansus hak angket dibentuk sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku, apabila pansus hak angket dibentuk cacat formil atau materil maka pimpinan DPRD Kabupaten Demak dapat menghentikan dan membubarkan pansus serta membentuk Badan Kehormatan untuk melakukan penelitian dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan tata tertib dan kode etik DPRD sebagaiman pada Pasal 60 ayat (1) huruf b dan dapat menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD sebagaimana Pasal 61 huruf c Peraturan DPRD Kabupaten Demak Nomor 1 tahun 2017 tentang tata tertib DPRD Kabupaten Demak.
Pemerintah pusat dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah harus menghadirkan diri dalam konsep yang lebih substansial mengawal perda-perda dan Peraturan Kepala Daerah serta memberikan pemahaman kepada Kepala Daerah agar taat kepada hukum yang berlaku.
Masyarakat Demak juga harus bersikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah-nya, mereka mempunyai hak kuat ketika Bupati melanggar hukum maka dapat diusulkan ke DPRD untuk sedini mungkin melakukan peringatan sebagai bentuk pengawasan. Apabila Bupati tetap tidak mengindahkan saran dan masukan DPRD atas pelanggaran hukum yang dilakukan maka pemakzulan merupakan alternative terakhir. Oleh karena itu, setiap warga Kabupaten Demak yang merasa dirugikan dengan aturan Bupati bisa membawa permasalahan tersebut ke ranah Pengadilan. Tindakan ini pada intinya sebagai penegas, jangan lagi ada perintah yang tidak mendasarkan pada batas kewenangan dan melanggar aturan-aturan perundang-undangan.
Bahwasanya apa yang saat ini sedang terjadi di Kabupaten Demak merupakan rangkaian peristiwa hukum yang berbeda-beda. Pelantikan perangkat desa, adanya dugaan kecacatan dalam proses seleksi maupun adanya dugaan tindak pidana. Pelantikan perangkat desa harus tetap dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan segala bentuk yang dianggap cacat dalam proses seleksi Perangkat Desa yang masuk dalam ranah administrasi dapat dilakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Hal tersebut juga berlaku pada Para peserta seleksi yang tidak lolos dan peserta seleksi yang lolos namun belum dilantik semua mempunyai hak yang sama di hadapan hukum, oleh karenanya tidaklah etis melakukan intervensi kepada bupati ataupun kades dalam bentuk tindakan anarkis dan menyebarkan isu-isu yang memecah belah keutuhan warga Demak tercinta sebagai kota wali yang mempunyai integritas tinggi dan menjunjung nilai moral keagamaan yang sakral.(1/2)