Miris, jika eks koruptor masuk dan mendaftar sebagai calon Bupati, Wakil Bupati maupun Walikota, Wakil Walikota di tahun Pilkada 2020 ini. Kredibilitas calon sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar tercipta pemeritahan daerah yang berkualitas. Masyarakat butuh pemimpin daerah yang bersih dari berbagai kasus, terutama bersih dari kasus korupsi. Kasus korupsi di Indonesia masih belum berhenti, pada perhelatan Pilkada 2020 tidak menutup kemungkinan para eks koruptor ikut berpartisipasi dan mencalonkan diri, adapun beberapa faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut:
Faktor Hukum
Supremasi dalam regulasi yang secara eksplisit memperbolehkan eks koruptor mancalonkan diri, menjadi penyebab utama yang menguatkan para eks koruptor melenggang dalam pencalonan kepala daerah. Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 18 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2017, tidak ada yang mengatur tentang pelarangan eks nara pidana korupsi mencalonkan diri. Pada Peraturan KPU BAB II tentang Persyaratan Calon dan Pencalonan tepatnya pada Bagian Kesatu Persyaratan Calon Pasal 4 Poin h. Pada pasal tersebut hanya membahas pelarangan atas mantan atau eks terpidana bandar narkoba dan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak. Secara tekstual, meskipun ada pasal yang membahas tentang persoalan pencalonan eks koruptor, yakni pada BAB I tentang Ketentuan Umum Pasal 3A nomor 3 dan 4:
(3) Dalam seleksi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.
(4) Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi.
Pada UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang khususnya BAB III Persyaratan Calon, Pasal 7 nomor 2 poin g.
g. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap/ bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Pada konteks tersebut maka, secara faktor hukum diperbolehkan para eks koruptor untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah, namun dengan ketentuan pengumuman diri ke publik atas hal tersebut.
Faktor Ekonomi
Secara personalisasi faktor ekonomi adalah faktor paling dominan diantaranya karena sifat tamak atau rakus orang tersebut, dan kecenderungan memiliki gaya hidup konsumtif. Sehingga secara naluriah akan membentuk moral yang kurang kuat untuk melakukan korupsi berulang. Menurut pengamatan penulis, kerawanan akan tindakan korupsi bahkan bisa menjangkiti kepala daerah yang hendak mencalonkan diri kembali. Tidak dipungkiri dikarenakan dana kampanye yang cenderung tidak sedikit dapat menjadi sebab utama untuk melakukan tindak korupsi tersebut. Dimana faktor kekuasaan sebagai kepala daerah dapat mempengaruhi akan tindak korupsi tersebut. Sehingga pengawasan akan hal tersebut juga harus menjadi perhatian khusus.
Keinginan eks koruptor untuk tampil di tahun pilkada 2020 tidaklah hal yang dilarang secara hukum, namun harusnya memperhatikan aspek-aspek kerugian ekonomi yang berdampak pada kondisi kerugian rakyat.
Faktor Sosial
Pada faktor sosial, kondisi individu yang korupsi cenderung memiliki moral yakni dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri (self interest), bahkan selfishness. Sebagaimana menurut World Bank, definisi paling sederhana dari korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Pada Rapat Koordinasi dan Diskusi Interaktif Dengan Gubernur se-Indonesia yang mengangkat tema “Sinergi dan Efektivitas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi” yang disiarkan secara steaming di akun youtube milik KPK RI, yakni pada hari Rabu, 24 Juni 2020, Ketua KPK Firli Bahuri menerangkan bahwa tindak pidana korupsi itu dapat terjadi karena ada kekuasaan, kesempatan, dan minus integritas.
Sehingga pada perhelatan tahun pikada 2020 ini perlu dilakukan langkah-langkah yang melibatkan segala lapisan masyarakat guna mencegah eks koruptor maupun koruptor baru di tahun pilkada 2020. Beberapa langkah tersebut adalah:
Pertama, dalam segi hukum, dapat dilakukan dengan cara mengadakan perubahan Undang-Undang pilkada khusunya yang dapat membatasi bahkan melarang eks koruptor agar tidak dapat mencalonkan diri kembali. Perubahan atas hal tersebut memang tidak mudah, membutuhkan waktu yang tidak sedikit, namun jika benar-benar ingin memberikan pembatasan atau pencegahan koruptor yang masif hal tersebut dapat menjadi solutif atas permasalahan tersebut. Percepatan perubahan regulasi dapat dilakukan melalui perubahan terbatas yakni dengan melakukan yudisial review di tingkat Mahkamah Konstitusi.
Kedua, dalam segi politik, dapat dilakukan dengan cara pembatasan atau seleksi ketat pada mekanisme internal partai politik. Sehingga, para calon kepala daerah yang berasal dari partai politik terlebih dahulu sudah terseleksi dengan ketat diranah internal partai. Jika hal tersebut dilakukan maka ruang gerak atas eks koruptor dalam hal pencalonan kepala daerah dapat terminimalisir.
Ketiga, dalam segi sinergi sosial masyarakat, dapat dilakukan dengan cara masyakarat dapat mengambil peran aktif yakni ikut mencegah, mengawasi serta melapor kepada pengawas resmi jika menemui hal-hal yang mengarah pada pelanggaran atau kecurangan dalam pelaksanaan pilkada terutama yang berkaitan dengan penyalahgunaan anggaran dan fasilitas negara (gedung , mobil dinas) untuk kepentingan kampanye pilkada. Diiharapkan lingkungan masyarakat sekitar dapat ikut serta mendukung pencegahan sehingga terbebas dan bersih dari kecurangan-kecurangan dana pilkada yang dapat merugikan masyrakat itu sendiri.
Keempat, dalam segi sinergi media. Peranan media pers memang dapat diakui menjadi hal yang penting, dimana kebijakan pemerintah, tata aturan pemilihan, sosialisasi, pengawasan, pencegahan dan pelaporan kasus pelanggaran pilkada, semua dapat dilakukan dalam pemberitaan media pers. Sehingga pelibatan atau peran kaum media pers menjadi sangat penting. hal tersebut sejalan dengan paradigm pers merupakan pilar keempat demokrasi, dimana selain pilar demokrasi eksekutif, legislatif, dan yudikatif, ada disebut sebagai pilar keempat dalam demokrasi yakni media pers. Media pers juga dapat menjadi pencegah para eks napi koruptor agar tidak kembali mencalonkan diri, namun ada beberapa catatan yang harus diperhatikan oleh para kaum media pers. Media pers harus konsisten dalam mensosialisasikan pencegahan, yakni dengan cara memberikan pendidikan kepada masyarakat atau memberi informasi melalui iklan layanan masyarakat (ILM) tentang pendidikan anti korupsi. Media pers harus berani melakukan sinergi kolaborasi dan mengkesampingkan persaingan antar media. Kerjasasama, sinergi atau kolaborasi tersebut dapat memaksimalkan fungsi media sebagai alat pencegahan yang masif dalam mencegah eks koruptor menjadi calon di pilkada 2020. Menurut pengamatan penulis semakin banyak media yang mensosialisasikan nama-nama para eks koruptor tersebut maka, publik atau masyarakat akan lebih mengenal dan mempertimbangkan atas pilihan mereka dalam pemilihan kepala daerah.
Pada intinya sebagaimana yang tertuang dalam Misi KPK;
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum dan menurunkan tingkat korupsi di Indonesia melalui koordinasi, supervisi, monitor, pencegahan, dan penindakan dengan peran serta seluruh elemen bangsa.
Pencegahan atas pencalonan eks koruptor masuk di tahun pilkada 2020 ini adalah tanggungjawab bersama. Dengan sinergitas semua lapisan masyarakat diharapkan pada perhelatan pilkada 2020 ini dapat bersih dari para eks koruptor dan mencegah koruptor baru masuk sebagai calon di pilkada 2020. Sehingga pemimpin terpilih adalah yang benar-benar berkualitas, memiliki integritas yang tinggi, dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya.
Penulis: Nur Hikmatus Sobah
(Alumnus SKPP Bawaslu RI 2020)